Aku tahu kok, kamu?
Bingung.
Aku bingung dengan diriku sendiri. Tak tahu, apa yang kurasakan sekarang. Antara senang, tak peduli, marah, iri, kesal, sedih, bangga, tak jelas yang mana yang kurasakan sekarang, atau mungkin kurasakan semuanya, atau bahkan tak satupun. Tak tahu bagaimana aku harus bertingkah laku, sampai-sampai. Semuanya begitu kabur, tak ada yang jelas. I’m just lost. Lost in the sea of life adventure. I’m just missing the play for the show. I just, confuse
Hari ini aku baru saja pulang dari rumah liaisonku, kemarin aku menghabiskan waktu di sana, bermain dengan keluarganya, dan menonton playoff NFL Colts vs Ravens bersama. Minggu depan AFS clusterku mengadakan mid year orientation. 31 exchange students dari berbagai penjuru dunia, dan beberapa American exchange students yang akan berangkat ke luar negeri akan berkumpul di sana. A fun camp, itu kata mereka, kata para volunteer. Ada games, kegiatan-kegiatan seru, talent show, dan lain-lain. Tak sabar rasanya diriku. Aku ingat baru saja menyelesaikan intramural volleyball season dengan teman-temanku. Besok diriku akan bermain bowling bersama-sama mereka untuk merayakan selesainya intramural volleyball season. Excited, yes i am. Senang rasanya menghabiskan waktu bersama teman-teman. Senang, senang sekali.
Kemarin Jumat adalah hari terakhir semester pertama. Atau, 2 minggu setelah winter break. Hufft, tak tahu kenapa, diriku sangat-sangat malas melakukan apapun 2 minggu terakhir ini. Hanya satu kali aku stay after school, kalau tak salah itu juga karena itu match terakhir Quiz Bowl. Aku tak ingin melewatkan perayaan 7-0 season bersama teman-teman Quiz Bowl, jelas. Waktu-waktu sehabis sekolah yang biasanya kuhabiskan di ruang robotics atau club-club lainnya, kubuang saja, lebih memilih pulang ke rumah dan browsing internet, atau bermain Final-Fantasy. Tak peduli, tak peduli aku dengan semua ini. Aku hanya ingin istirahat. Just give me a break. Literally.
Baru saja ku bicara dengan liaisonku. Well, beberapa jam yang lalu. Menghabiskan waktu bersama menunggu anak-anaknya selesai menjalani Sunday School. Amy mentraktirku di Starbucks. Duduk di sofa yang empuk, kami berdua berbicara panjang lebar. As usual, aku yang berbicara panjang lebar. Well at least, itu yang dia inginkan. Aku bercerita apa yang kadang-kadang membuatku down, apa yang membuatku kecewa, apa yang membuatku tak bahagia. Banyak, banyak sekali hal yang kuceritakan. Dia menjawab dan memberikan saran-saran dan banyak nasihat yang sangat menenangkanku. Aku tahu, aku tahu. Aku sudah lebih dekat dengan Allah, dan aku tahu, saat-saat dimana diriku down itu, itu bukan diriku. Syaitan mengontrolku lagi. Syaitan yang tak pernah puas, yang selalu meminta lebih, yang tak pernah dapat memberi lebih. Aku marah pada diriku sendiri. Marah, marah karena tak mampu menjadi seseorang yang lebih baik. Well, at least, belum.
Ingin rasanya ku memberi lebih. Memberi, ya memberi. Ingin rasanya ku memberi kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarku. Rasanya sangat membahagiakan diriku sendiri, apabila orang di sekitarku bahagia. Namun tak tahu kenapa, aku tak pernah merasa puas. Aku selalu merasa mereka tak bahagia. Aku selalu merasa mereka hanya berpura-pura untuk membuatku bahagia. Aku merasa diriku gagal membuat mereka bahagia. Aku merasa diriku egois, hanya menginginkan kebahagiaan untuk diriku sendiri. Aku ingin memberi. Aku lelah menerima. Aku ingin lebih sering memberitahu tentang Indonesia dan Islam. Aku ingin menampilkan pencak silat, memberi apa yang aku pelajari. Aku ingin membalas apa yang telah aku dapat, sebagai exchange student. Aku iri pada mereka yang mampu membuat orang-orang bahagia di sekitar mereka. Aku iri pada mereka yang bahagia sekaligus membahagiakan. Aku iri pada mereka yang tak egois. Aku iri pada mereka yang mampu memberi lebih. Ya aku iri. Sangat iri.
Semester depan, aku ambil computer graphics dan debate, untuk menggantikan journalism dan speech. Jadwalku terpaksa harus berubah. Aku pindah period untuk physics. Well, at least aku sekarang dapat class yang sama dengan Tanner, my best friend. Spanishku pindah ke period 4, dari sebelumnya lima. Terpaksa aku harus meninggalkan teman-teman dekatku di kelas Spanish. Teman-teman yang senang akan adanya diriku di antara mereka. Teman-teman yang selalu mendapat sesuatu dari diriku. Teman-teman yang mampu menerima sesuatu dari diriku. Aku juga kehilangan Ilkin, teman baikku di Forensics. Dia pindah ke period 2 Forensics, meninggalkanku di period pertama. Telah kucoba ke guidance counselor, ku bertanya kemungkinan pindah ke lain period di beberapa class. Apadaya, it just didn’t work. Sedikit kesal hatiku akan hal ini. Aku tahu aku masih bisa hangout dengan mereka. Aku tahu aku begitu bodoh mempermasalahkan hal kecil seperti ini. Kesal rasanya diriku. Aku kesal terhadap diriku sendiri. Kesal karena aku tak pernah berhenti mengeluh. Kesal karena aku jarang bersyukur. Kesal, ya aku kesal.
Dua hari yang lalu orangtuaku merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke 25. Wow, ulang tahun perak. Hari itu diriku melewatkan robotics club dan interact di sekolah. Begitu pulang, aku sholat dzuhur, kemudian browsing internet. Aku tahu, malas sekali diriku hari itu. Aku lalu sholat ashar, dimana diriku menangis, munajat kepada Allah. Ya, hari itu diriku merasa sangat sedih. Aku merasa diriku belum menjadi Muslim yang seutuhnya. Aku merasa ada yang kurang dari diriku, ada yang kurang dari usahaku. Tak kurasakan begitu bahagianya diriku menjadi Muslim. Tak kurasakan begitu takutnya seorang Muslim kepada Allah. Sedih hatiku rasanya. Benar-benar sedih. Sehabis sholat aku lalu pergi ke dapur, atau yang selama ini kurang lebih menjadi ruang keluarga, karena ukurannya yang besar dan kami yang hampir selalu berbicara bersama di sana. Orangtuaku melihat wajahku, dan menanyakan kenapa terlihat tidak bersemangat. Aku berpikir sejenak, ingin kujawab ”Nothing, i’m okay.” Tapi akhirnya kuputuskan untuk berbicara kepada mereka masalahku. Tidak, bukan masalah religius, masalah lain. Mereka dengan begitu perhatiannya memberiku nasihat-nasihat dan memberiku semangat, kurasakan kasih sayang mereka. Aku begitu bahagia, bersyukur atas mereka yang selalu mendukungku. Hanya satu yang membuatku sedih, aku tak tahu itu ulang tahun pernikahan mereka. Tak sebentar kami menghabiskan waktu untuk membahas masalahku, dan aku sangat sedih aku seperti mengambil waktu itu. Mereka menunggu kami selesai berbicara sebelum memberitahuku bahwa itu hari ulang tahun pernikahan mereka. Aku sedih karena aku merasa diriku begitu egois. Well, kami berpelukan sehabis 45 menit yang sangat membahagiakan itu, dan rasanya sisa malam itu terasa dekat, dan penuh kasih sayang. Tapi entah kenapa, aku sedikit sedih. Mengingatkanku akan waktu-waktu lain, dimana aku begitu ego-sentris. Aku begitu ”aku”. Sedih, sedih rasanya. Sedih rasanya tidak begitu menampakkan kebahagiaan di saat hari bahagia untuk mereka.
Ayahku sedang membetulkan komputer yang biasanya digunakan ibuku dan adik laki-lakiku. Ibu dan adik perempuanku sedang pergi entah kemana, having fun, i guess. Adik laki-lakiku sedang bermain games dengan temannya. He’s having a sleepover. Aku harap ia bersenang-senang. Aku harap semuanya senang. Well, aku tahu diriku terlalu mengeluh akan diriku sendiri. Terlalu melupakan karunia Allah. Kurang menghargai apa yang telah aku lakukan. Lebih fokus kepada apa yang aku tidak punya, daripada yang aku punyai. Melihat lebih banyak kegagalan daripada kesuksesan. Tapi aku bangga. Aku bangga atas diriku yang mampu melihat kekuranganku sendiri. Aku bangga pada diriku yang selalu memikirkan orang lain. Aku bangga pada diriku yang tak pernah merasa puas untuk menjadi manusia yang lebih baik. Aku bangga aku selalu ingat pada Allah. Aku bangga aku mampu menjadi bagian dari kehidupan ini. Aku bangga, aku mampu menulis note ini. Aku tahu, aku bangga pada diriku sendiri.
Aku tahu, aku punya banyak kekurangan. Namun lebih dari itu, aku tahu aku akan selalu bangga pada diriku sendiri.
- ” Hadapi kekurangan anda dan akui itu, tetapi jangan membiarkannya menguasai anda. Biarkan ia mengajarkan kepada anda kesabaran dan pengertian.” - Helen Keller
Pandu Kartika Putra
4:15 PM
Zionsville, IN 46077
Aku bingung dengan diriku sendiri. Tak tahu, apa yang kurasakan sekarang. Antara senang, tak peduli, marah, iri, kesal, sedih, bangga, tak jelas yang mana yang kurasakan sekarang, atau mungkin kurasakan semuanya, atau bahkan tak satupun. Tak tahu bagaimana aku harus bertingkah laku, sampai-sampai. Semuanya begitu kabur, tak ada yang jelas. I’m just lost. Lost in the sea of life adventure. I’m just missing the play for the show. I just, confuse
Hari ini aku baru saja pulang dari rumah liaisonku, kemarin aku menghabiskan waktu di sana, bermain dengan keluarganya, dan menonton playoff NFL Colts vs Ravens bersama. Minggu depan AFS clusterku mengadakan mid year orientation. 31 exchange students dari berbagai penjuru dunia, dan beberapa American exchange students yang akan berangkat ke luar negeri akan berkumpul di sana. A fun camp, itu kata mereka, kata para volunteer. Ada games, kegiatan-kegiatan seru, talent show, dan lain-lain. Tak sabar rasanya diriku. Aku ingat baru saja menyelesaikan intramural volleyball season dengan teman-temanku. Besok diriku akan bermain bowling bersama-sama mereka untuk merayakan selesainya intramural volleyball season. Excited, yes i am. Senang rasanya menghabiskan waktu bersama teman-teman. Senang, senang sekali.
Kemarin Jumat adalah hari terakhir semester pertama. Atau, 2 minggu setelah winter break. Hufft, tak tahu kenapa, diriku sangat-sangat malas melakukan apapun 2 minggu terakhir ini. Hanya satu kali aku stay after school, kalau tak salah itu juga karena itu match terakhir Quiz Bowl. Aku tak ingin melewatkan perayaan 7-0 season bersama teman-teman Quiz Bowl, jelas. Waktu-waktu sehabis sekolah yang biasanya kuhabiskan di ruang robotics atau club-club lainnya, kubuang saja, lebih memilih pulang ke rumah dan browsing internet, atau bermain Final-Fantasy. Tak peduli, tak peduli aku dengan semua ini. Aku hanya ingin istirahat. Just give me a break. Literally.
Baru saja ku bicara dengan liaisonku. Well, beberapa jam yang lalu. Menghabiskan waktu bersama menunggu anak-anaknya selesai menjalani Sunday School. Amy mentraktirku di Starbucks. Duduk di sofa yang empuk, kami berdua berbicara panjang lebar. As usual, aku yang berbicara panjang lebar. Well at least, itu yang dia inginkan. Aku bercerita apa yang kadang-kadang membuatku down, apa yang membuatku kecewa, apa yang membuatku tak bahagia. Banyak, banyak sekali hal yang kuceritakan. Dia menjawab dan memberikan saran-saran dan banyak nasihat yang sangat menenangkanku. Aku tahu, aku tahu. Aku sudah lebih dekat dengan Allah, dan aku tahu, saat-saat dimana diriku down itu, itu bukan diriku. Syaitan mengontrolku lagi. Syaitan yang tak pernah puas, yang selalu meminta lebih, yang tak pernah dapat memberi lebih. Aku marah pada diriku sendiri. Marah, marah karena tak mampu menjadi seseorang yang lebih baik. Well, at least, belum.
Ingin rasanya ku memberi lebih. Memberi, ya memberi. Ingin rasanya ku memberi kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarku. Rasanya sangat membahagiakan diriku sendiri, apabila orang di sekitarku bahagia. Namun tak tahu kenapa, aku tak pernah merasa puas. Aku selalu merasa mereka tak bahagia. Aku selalu merasa mereka hanya berpura-pura untuk membuatku bahagia. Aku merasa diriku gagal membuat mereka bahagia. Aku merasa diriku egois, hanya menginginkan kebahagiaan untuk diriku sendiri. Aku ingin memberi. Aku lelah menerima. Aku ingin lebih sering memberitahu tentang Indonesia dan Islam. Aku ingin menampilkan pencak silat, memberi apa yang aku pelajari. Aku ingin membalas apa yang telah aku dapat, sebagai exchange student. Aku iri pada mereka yang mampu membuat orang-orang bahagia di sekitar mereka. Aku iri pada mereka yang bahagia sekaligus membahagiakan. Aku iri pada mereka yang tak egois. Aku iri pada mereka yang mampu memberi lebih. Ya aku iri. Sangat iri.
Semester depan, aku ambil computer graphics dan debate, untuk menggantikan journalism dan speech. Jadwalku terpaksa harus berubah. Aku pindah period untuk physics. Well, at least aku sekarang dapat class yang sama dengan Tanner, my best friend. Spanishku pindah ke period 4, dari sebelumnya lima. Terpaksa aku harus meninggalkan teman-teman dekatku di kelas Spanish. Teman-teman yang senang akan adanya diriku di antara mereka. Teman-teman yang selalu mendapat sesuatu dari diriku. Teman-teman yang mampu menerima sesuatu dari diriku. Aku juga kehilangan Ilkin, teman baikku di Forensics. Dia pindah ke period 2 Forensics, meninggalkanku di period pertama. Telah kucoba ke guidance counselor, ku bertanya kemungkinan pindah ke lain period di beberapa class. Apadaya, it just didn’t work. Sedikit kesal hatiku akan hal ini. Aku tahu aku masih bisa hangout dengan mereka. Aku tahu aku begitu bodoh mempermasalahkan hal kecil seperti ini. Kesal rasanya diriku. Aku kesal terhadap diriku sendiri. Kesal karena aku tak pernah berhenti mengeluh. Kesal karena aku jarang bersyukur. Kesal, ya aku kesal.
Dua hari yang lalu orangtuaku merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke 25. Wow, ulang tahun perak. Hari itu diriku melewatkan robotics club dan interact di sekolah. Begitu pulang, aku sholat dzuhur, kemudian browsing internet. Aku tahu, malas sekali diriku hari itu. Aku lalu sholat ashar, dimana diriku menangis, munajat kepada Allah. Ya, hari itu diriku merasa sangat sedih. Aku merasa diriku belum menjadi Muslim yang seutuhnya. Aku merasa ada yang kurang dari diriku, ada yang kurang dari usahaku. Tak kurasakan begitu bahagianya diriku menjadi Muslim. Tak kurasakan begitu takutnya seorang Muslim kepada Allah. Sedih hatiku rasanya. Benar-benar sedih. Sehabis sholat aku lalu pergi ke dapur, atau yang selama ini kurang lebih menjadi ruang keluarga, karena ukurannya yang besar dan kami yang hampir selalu berbicara bersama di sana. Orangtuaku melihat wajahku, dan menanyakan kenapa terlihat tidak bersemangat. Aku berpikir sejenak, ingin kujawab ”Nothing, i’m okay.” Tapi akhirnya kuputuskan untuk berbicara kepada mereka masalahku. Tidak, bukan masalah religius, masalah lain. Mereka dengan begitu perhatiannya memberiku nasihat-nasihat dan memberiku semangat, kurasakan kasih sayang mereka. Aku begitu bahagia, bersyukur atas mereka yang selalu mendukungku. Hanya satu yang membuatku sedih, aku tak tahu itu ulang tahun pernikahan mereka. Tak sebentar kami menghabiskan waktu untuk membahas masalahku, dan aku sangat sedih aku seperti mengambil waktu itu. Mereka menunggu kami selesai berbicara sebelum memberitahuku bahwa itu hari ulang tahun pernikahan mereka. Aku sedih karena aku merasa diriku begitu egois. Well, kami berpelukan sehabis 45 menit yang sangat membahagiakan itu, dan rasanya sisa malam itu terasa dekat, dan penuh kasih sayang. Tapi entah kenapa, aku sedikit sedih. Mengingatkanku akan waktu-waktu lain, dimana aku begitu ego-sentris. Aku begitu ”aku”. Sedih, sedih rasanya. Sedih rasanya tidak begitu menampakkan kebahagiaan di saat hari bahagia untuk mereka.
Ayahku sedang membetulkan komputer yang biasanya digunakan ibuku dan adik laki-lakiku. Ibu dan adik perempuanku sedang pergi entah kemana, having fun, i guess. Adik laki-lakiku sedang bermain games dengan temannya. He’s having a sleepover. Aku harap ia bersenang-senang. Aku harap semuanya senang. Well, aku tahu diriku terlalu mengeluh akan diriku sendiri. Terlalu melupakan karunia Allah. Kurang menghargai apa yang telah aku lakukan. Lebih fokus kepada apa yang aku tidak punya, daripada yang aku punyai. Melihat lebih banyak kegagalan daripada kesuksesan. Tapi aku bangga. Aku bangga atas diriku yang mampu melihat kekuranganku sendiri. Aku bangga pada diriku yang selalu memikirkan orang lain. Aku bangga pada diriku yang tak pernah merasa puas untuk menjadi manusia yang lebih baik. Aku bangga aku selalu ingat pada Allah. Aku bangga aku mampu menjadi bagian dari kehidupan ini. Aku bangga, aku mampu menulis note ini. Aku tahu, aku bangga pada diriku sendiri.
Aku tahu, aku punya banyak kekurangan. Namun lebih dari itu, aku tahu aku akan selalu bangga pada diriku sendiri.
- ” Hadapi kekurangan anda dan akui itu, tetapi jangan membiarkannya menguasai anda. Biarkan ia mengajarkan kepada anda kesabaran dan pengertian.” - Helen Keller
Pandu Kartika Putra
4:15 PM
Zionsville, IN 46077
0 Response to "Aku tahu kok, kamu?"
Posting Komentar